
Minat Magister Manajemen Rumah Sakit Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM menyelenggarakan Webinar Implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS): Kebijakan, Pembiayaan, dan Dampaknya bagi Rumah Sakit pada Selasa, 25 Maret 2025. Acara ini menghadirkan dr. Sunarto, M.Kes., Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI sebagai narasumber utama. Webinar ini dimoderatori oleh Dyah Permata Kurnia Dewi, ST., Mkes yang merupakan dosen dan peneliti di bidang kebijakan dan manajemen kesehatan. Topik Webinar ini yang mengusung tema Implementasi KRIS, sejalan dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pertama, KRIS sejalan dengan SDG 3: Good Health and Well-being karena menjamin akses layanan rawat inap yang aman, bermutu, dan setara bagi seluruh peserta JKN. Kedua, KRIS mendorong SDG 10: Reduced Inequalities dengan menghapus disparitas layanan berdasarkan kelas perawatan. Ketiga, KRIS relevan dengan SDG 16: Peace, Justice and Strong Institutions melalui penguatan regulasi dan tata kelola rumah sakit yang transparan dan akuntabel. Kebijakan ini juga dilengkapi dengan mekanisme monitoring dan evaluasi yang melibatkan pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, KRIS menjadi langkah nyata Indonesia dalam mewujudkan pembangunan kesehatan yang inklusif dan berkeadilan.
Dalam sesi pengantar, Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua, selaku pengelola MMR UGM, menyampaikan bahwa KRIS merupakan langkah strategis untuk reformasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sistem kelas rawat inap 1, 2, dan 3 yang selama ini digunakan akan digantikan dengan satu kelas standar yang menjamin keadilan dan pemerataan mutu layanan bagi seluruh peserta JKN. Dengan pendekatan berbasis standar fasilitas dan keselamatan pasien, KRIS diharapkan menjadi titik awal kesetaraan layanan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia.
Dr. Sunarto memaparkan secara rinci bahwa KRIS merupakan amanah dari berbagai regulasi mulai dari UU No. 40 Tahun 2004, Perpres No. 64 Tahun 2020, hingga Perpres No. 59 Tahun 2024. KRIS menetapkan 12 kriteria kamar rawat inap standar, yang terdiri dari aspek bangunan tanpa porositas tinggi, ventilasi dengan pergantian udara minimal 6 kali per jam, pencahayaan yang sesuai standar, suhu ruangan 20–26 derajat, tempat tidur dengan tombol panggil, pemisahan berdasarkan jenis kelamin, tirai pembatas, kamar mandi dalam dengan akses kursi roda, serta outlet oksigen terpusat. Tujuannya adalah untuk menjamin keselamatan dan kenyamanan pasien selama menjalani rawat inap.
Berdasarkan data RS Online per 14 Maret 2025, dari 3.148 rumah sakit yang ditargetkan melaksanakan KRIS, sebanyak 904 rumah sakit telah memenuhi seluruh 12 kriteria. Sementara itu, 743 rumah sakit telah menerapkan sebagian kriteria dan tengah melakukan penyesuaian bertahap hingga batas waktu 30 Juni 2025. Namun, masih terdapat 754 rumah sakit yang belum mengimplementasikan KRIS sama sekali karena berbagai keterbatasan, terutama pada pemenuhan outlet oksigen, kelengkapan tempat tidur, dan kamar mandi standar. Kebijakan ini menetapkan bahwa rumah sakit pemerintah harus menyediakan minimal 60% tempat tidur dengan standar KRIS, sementara rumah sakit swasta 40%. Berdasarkan simulasi Kemenkes, implementasi KRIS diperkirakan akan mengurangi kapasitas tempat tidur sekitar 11,5% di rumah sakit pemerintah dan 9,4% di rumah sakit swasta. Meskipun demikian, langkah ini dipandang perlu untuk meningkatkan kualitas layanan.
Dr. Sunarto menekankan bahwa penerapan KRIS tidak berlaku untuk ruang rawat inap khusus seperti perinatologi, psikiatri, perawatan intensif, atau ruang perawatan dengan fasilitas khusus. Pemerintah juga mewajibkan Dinas Kesehatan provinsi dan kabupaten/kota untuk melakukan validasi terhadap kesiapan rumah sakit di wilayah masing-masing, dengan tenggat waktu hingga 30 Maret 2025. Kementerian Kesehatan akan mengevaluasi alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2026 berdasarkan kepatuhan validasi ini.
Diskusi yang berlangsung selama webinar menghadirkan berbagai tanggapan dari peserta salah satunya terkait tantangan dalam pemenuhan standar KRIS, terutama terkait kebutuhan renovasi bangunan yang berdampak pada pengurangan jumlah tempat tidur. Selain itu, dalam sesi diskusi ini juga menyoroti kekhawatiran rumah sakit swasta dalam memenuhi alokasi 40%, belum jelasnya regulasi pendanaan, serta kekhawatiran terhadap dampak regulasi PMK 40 dan sistem premi yang belum pasti. Di sisi lain, peserta juga menanyakan tentang fleksibilitas pemilihan material bangunan, dimensi kamar mandi, dan jarak antar tempat tidur yang diatur dalam KRIS.
Menutup sesi, Dr. Sunarto menyampaikan bahwa kebijakan tarif layanan ke depan akan diarahkan ke sistem tarif tunggal berbasis kompetensi (IDRG) dan rujukan berbasis kompetensi sebagaimana diatur dalam PMK No. 16 Tahun 2024. Saat ini, sistem klaim BPJS masih menggunakan struktur kelas lama dan akan bertransisi setelah infrastruktur regulasi siap.
Webinar ditutup dengan closing remarks dari moderator, Dyah Permata Kurnia Dewi, ST., M.Kes., yang berharap agar diskusi ini dapat memperkuat pemahaman dan kolaborasi lintas sektor dalam mengimplementasikan KRIS. MMR UGM juga mendorong perguruan tinggi untuk melakukan implementation research guna mendukung transisi kebijakan ini secara ilmiah dan berbasis data.
Saksikan rekaman webinar melalui https://youtu.be/KmtORHnG9mE
Materi webinar bisa diakses melalui https://drive.google.com/file/d/1QVrMYcesOuwg5iTXf50L4LLGvjOJBdrf/view?usp=sharing
Reportase: Iztihadun Nisa, SKM., MPH